Perbedaan adalah
salah satu polemik yang cukup menjamur di tengah masyarakat. Intoleran juga
sering digadang - gadang menjadi salah satu penyulut terjadinya perpecahan.
"toleransi" mejadi kata yang sering diucapkan namun langkah untuk
diterapkan. Kondisi ini tidak
hanya terjadi pada kasus - kasus yang berhubungan dengan SARA, bahkan perbedaan
pendapat bisa memercikkan kebencian berlebih. Tidak sedikit diantara kita, yang ingin dimanusiakan tapi lupa untuk memanusiakan. Jika
memang benar kondisi demikian
yang pembaca rasakan, maka pembaca sama persis dengan saya.
Dewasa ini
Istilah kafir, cina, dan radikal sering muncul di permukaan. mendiskriminasi
seseorang atau suatu kaum menjadi sangat mudah dilakukan, bahkan hanya dari apa yang ia kenakan. Contohnya,
jika ia muslim dan mengenakan hijab panjang, atau cadar, sudah bisa dipastikan, dari 10 orang akan ada 6-8 orang
yang menganggap ‘mereka’ adalah penganut radikalisme. Contoh lain, jika
seseorang yang berusaha menengahi perdebatan antar kepercayaan yang berbeda
alur, maka si mayoritas akan mengira ‘ia’ adalah pion si minoritas atau bisa
juga ‘ia’ dijuluki sebagai pembela kaum minoritas. Pun, ketika seseorang mengenakan simbol agama sebagai aksesoris,
akan ada oknum yang menyerca simbol tersebut (meskipun tujuannya hanya untuk
bergurau).
Banyak sekali contoh yang bertebaran dan dengan mudah kita jumpai,
mungkin di lingkup pergaulan pembaca juga masih terjadi?
Perbedaan
perspektif juga acap kali berujung pada debat kusir. Istilah hormat menghormati
hanya sebatas slogan sahaja. Lalu apa yang menyebabkan ini terjadi? Mengapa
publik saat ini sangat mudah marah? Mungkin hal ini bisa saja terjadi karena penyebaran
informasi yang setengah – setengah. Pemahaman tidak utuh dari informasi yang
sepenggal tadi, mau tidak mau menyeret publik pada opini yang salah dan
menimbulkan kecurigaan, kebencian, dan ketidak tahuan yang buta, mengakar dan
kemudian menjadi boomerang. Bagaimana bisa masyarakat mendapatkan informasi
yang tidak utuh tersebut? bisa dari berbagai sumber. Salah satunya tentu melalui internet, masyarakat yang shock media social akan dengan begitu mudahkan menyerap informasi yang belum jelas kebenarannya. Tak hanya itu, berita –
berita bodong tanpa pertanggung jawaban atau referensi yang jelas banyak juga dengan mudah tersebar di dunia maya.
Lantas
siapa yang kita salah kan? Oh come on, just stop blaming another people. Mari kita
introspeksi diri, sudah kah kita dengan bijak menggunakan internet? Sudah kah
kita memanusiakan manusia? Sudahkah kita menelaah setiap permasalahan dengan
benar? Valid kah informasi yang kita dapatkan? Bermanfaatkah kita untuk masyarakat
luas dengan menjudge orang lain? Mulai saat ini marilah kita saling menularkan
getaran positif kepada sesama. Berhenti menjatuhkan orang lain demi terlihat
lebih ‘tinggi’. Jika ada
ratusan orang yang menyebarkan kebencian, gerakanlah 1000 orang untuk
menyuntikkan perdamaian. Semua itu dimulai dari pribadi, keluarga, lalu
lingkungan kita tinggal. Yuk, jadi generasi melek toleransi, mari mulai memanusiakan
manusia. Menghargai sesama selayaknya kita ingin dihargai. Share the good vibes dan hentikan wabah kebencian ^^
Comments
Post a Comment