Apasih Feminis Itu?

photo by : google
            Sebenarnya feminist itu apa sih? Apakah seorang feminis itu adalah pendukung LGBT? Hak seperti apa yang ingin di perjuangkan oleh feminis? Bukannya udah terpenuhi semua ya? Dan masih banyak lagi pertanyaan lain tentang feminis. Banyak yang berprasangka bahwa perempuan aktif yang menyuarakan pendapatnya, adalah seorang feminis. Sebetulnya, belum tentu perempuan tersebut seorang feminis.

           Feminis adalah sebuah gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan, emansipasi, atau kesamaan, dan keadilan hak dengan pria bagi perempuan dalam politik, ekonomi, budaya, ruang pribadi, dan ruang publik. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Secara luas pendefinisian feminisme adalah advokasi kesetaraan hak-hak perempuan dalam hal politik, sosial, dan ekonomi. Namun, bukan berarti menghargai perempuan dan mendukung pergerakan perempuan adalah feminis dan harus menjadi feminis.

Ada banyak spekulasi yang muncul bersamaan dengan lahirnya feminisme, contohnya yakni penyataan demikian. “Tapi, feminis itu identik dengan pendukung LGBT, dan kemunculan LGBT yang makin marak adalah sebagian dari peran feminis.” statement demikian sering kali disodorkan ketika saya berdiskusi dalam beberapa forum. Saya pribadi punya dua jawaban, “iya, memang ada beberapa orang yang mengaku seorang feminis, dan mendukung adanya LGBT, bahkan ikut membela kelegalan LGBT di Indonesia dalam forum terbuka” dan “tidak, masih banyak feminis, yang tidak mendukung sama sekali kelegalitasan LGBT di indonesia, dan pendapat mereka pun cukup atau bahkan sangat rasional menurut saya”. Mengapa bisa seperti itu?

photo by : google


            Hal ini dikarenakan banyak kesalahan yang diperbuat oleh pelaku feminisme itu sendiri, yang sudah terlanjur menyebar di tengah masyarakat indonesia. Kesalahan yang saya maksut di sini, bukan pada paham ideologinya, tapi pada territorial paham itu disuntikkan. Karena memang benar, ada beberapa teori yang secara tidak langsung menjelaskan tentang kebebasan memilih pasangan. Ketika seorang feminis mendukung kelegalitasan LGBT berlandaskan bahwa, sex atau hubungan adalah hal pribadi dan merupakan sesuatu yang menjadi hak, dan jika hal itu diatur juga, sudah dapat dipastikan bahwa tindakan tersebut adalah penjajahan (a.k.a ya perempuan kan juga bisa dapet apa yang dia inginkan termasuk dengan siapapun doi tidur, mau dengan sesama perempuan atau tidak, itu hak doi) begitulah kurang lebih apa yang sering disuarakan mereka. Ketika prespektif demikian dipaparkan pada negara di luar Indonesia yang notabene negara tersebut tidak mewajibkan setiap warga negara harus mempunyai keyakinan, atau kebanyakan penduduk di negara itu baik dari sejarah ataupun budaya adalah atheis, maka pendapat tersebut sah-sah sahaja.

            Bilamana pernyataan demikian dilemparkan pada masyarakat Indonesia, sudah barang pasti reaksi pedas yang didapat. Indonesia adalah negara kesatuan yang beragama sedari dahulu, pun kebudayaan dan adat istiadat di Indonesia. Norma-norma sosial kita, yang berlaku di tengah masyarakat amat kental dengan unsur-unsur tersebut. Jika paham feminisme demikian diterapkan di Indonesia, saya tekankan lagi, sungguh tidak tepat sekali. Saat ini masyarakat kekurangan referensi untuk menentukan sikap dalam menghadapi persoalan-persoalan sensitive seperti di atas. Jarang sekali ada forum yang mampu mengkolaborasikan antara ideologi dan nilai-nilai luhur bangsa. Kebanyakan, pemahaman yang di dapat oleh masyarakat adalah paham yang berasal dari barat. Padahal Indonesia bisa menciptakan paham feminisme yang berbeda dan lebih bisa diterima di tengah masyarakat.

            Maka dari itu, saya merekomendasikan  “Suara Perempuan” untuk pembaca, bagi yang ingin lebih jauh belajar soal feminis, kesetaraan gender dan relasinya dengan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Suara Perempuan lahir karena keresahan beberapa orang tentang stereotip feminis yang kurang cocok dengan budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia. you can follow them on Instagram @suaraperempuansurabaya. Saya berharap Suara Perempuan menjadi salah satu motor penggerak perubahan di Indonesia.  

Comments