Perempuan, amat familiar dengan
diskriminatif, dan berbagai tindak pembunuhan karakter yang disengaja maupun
tidak, baik berbentuk verbal atau non verbal. Hal ini di karenakan perempuan
termasuk kaum marginal. Walaupun kuantitas perempuan di Indonesia lebih banyak dibanding
dengan laki-laki, tapi ada beberapa alasan mendasar, mengapa perempuan begitu
tak sanggup menyuarakan pendapatnya.
Pada
zaman pemerintahan feodalisme beberapa tradisi memaparkan bahwa perempuan haram
bersuara. Perempuan Tidak diperbolehkan memberikan sudut pandang pemikiran yang
bebas, dan luas untuk urusan apapun. Perempuan, menjadi masyarakat nomor sekian.
Seiring berjalannya waktu perempuan mulai menunjukkan kiprahnya dalam berpikir.
Kontribusi perempuan pun tak terelakkan. Trah perempuan kian hari kian
mewibawa, mempunyai kharismatik tersendiri, faktanya perempuan pemimpin akan
tetap memimpin dengan jiwa keperempuan-nan-nya, ia tidak akan serta merta
berubah menjadi maskulin atau mengadopsi cara kepemimpinan kaum adam. Beberapa hal menarik dapat di baca disini.
Namun sayangnya, perempuan yang
berani mengeluarkan pendapat sering di sebut sebagai perempuan pemberontak. Tak
pernah mau menerima apa yang sudah ada, Selalu terseok-seok membawa pembelaan-pembelaan
di hadapan publik. Sudah menjadi trade mark tersendiri, meskipun tak saya
pungkiri, ada banyak masyarakat terutama laki-laki yang sudah memperlakukan perempuan
dengan baik. Pada sejarahnya, dan menjadi landasan utama perjuangan perempuan
hingga kini adalah, kami tak ingin lebih tinggi daripada kaum adam, tak juga
menggebu-gebu ingin merebut kekuasaan, kami hanya ingin setara. Bahkan dalam
hal rumah tangga, karena suami istri itu setara. Tak sedikit perempuan yang
sudah berkeluarga, dan bekerja namun mereka mampu menyeimbangkan antara hak dengan
kewajiban ia sebagai ibu, istri, dan pekerja. For more inspiring article
Dewasa ini, perempuan Indonesia
mulai memudar jati dirinya. Banyak di antara perempuan modern lebih suka
mengasingkan diri, membiarkan pengkikisan karakter itu terjadi. Pembiaran ini,
membuat mereka tanpa disadari sudah tertindas kembali dengan dogma kebarat-baratan.
Banyak yang mengaku feminis tapi tak paham konsepsi feminis itu sendiri, mereka
lupa dasar ideologi pergerakan feminis bangsanya. Ada yang ngotot syariat islam
ditegakkan, ada yang serta merta menggagas lesbi agar dilegalkan, hal ini
sungguh tidak bisa terus dibiarkan.
Indonesia terkenal dengan kearifan
lokalnya, kebudayaan dan adat istiadat tak bisa lepas dari masyarakat. Terkadang
kita lupa konsepsi andap asor yang sudah mendarah daging. Perempuan Indonesia,
tidak bisa berkiblat pada paham feminis barat, tak bisa juga diterapkan syari’at
layaknya timur tengah. Indonesia adalah negara beragama, yang menjunjung tinggi
norma-norma, menghormati adat, tempat bernaungnya berbagai macam ras dan
kepercayaan, tapi juga menggunakan akal dan pikirannya dalam bertindak dan
mengambil keputusan. Apa yang diperjuangkan kaum perempuan terdahulu adalah
kedaulatan yang sah untuk didapat. Pendidikan, dihargai, setara, namun tak
pernah mereka melepaskan zirah ke-indonesiaan-nya. Jangan biarkan, nafsu personal
branding mengkikis jati dirimu. Tenggelam dalam lautan hedonis yang sok kritis
bisa membahayakan dirimu sendiri. Sudah saatnya perempuan Indonesia belajar
lagi, bagaimana seharusnya menjadi perempuan yang cerdas, bermartabat dan tak
melupakan ke-indonesia-an-nya. J
Comments
Post a Comment