Sexual Harassment Part 2

            Melanjutkan topik pembicaraan tentang sexual harassment di postingan beberapa minggu lalu, tentang sebab musabab sexual harassment dan efek yang akan terjadi baik dari sisi pelaku maupun korban. Penulis akan sedikit banyak membahas dari sisi psikologis. Karena fokus penulis pada korban di sini adalah anak-anak dan remaja, khusus nya wanita. Sebelum penulis mulai, penulis amat sangat berterimakasih kepada mbak chusnul khotimah (psikolog) dan mbak muni (ibu kekinian, jurnalis), yang sudah sangat membantu penulis untuk mendapatkan sudut pandang baru, ilmu baru pula, supaya pembahasan ini jauh lebih dalam dan rinci.
           
          Pertama mari kita bahas tentang sebab, apa sebenarnya sebab musabab dari sexual harassment? berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh mbak chusnul, tentang kenapa orang bisa melakukan sexual harassment, baik secara verbal abuse maupun directly abuse adalah, 1) karena lingkungan. Parahnya, bukan hanya terjadi pada usia dewasa bahkan awal dewasa madya, anak-anak dan remaja pun memiliki potensi yang sama untuk terpengaruh dari segi lingkungan. Contoh, kita sering sekali melihat dan mendengar percakapan – percakapan di sekitar kios atau warung kopi yang berbau porno, bahkan, pembicara tersebut tidak melihat kondisi sekitar, ketika mereka memulai pembicaraan yang bersifat dewasa. 2) disusul dengan peran teknologi yang memudahkan siapapun bisa mengakses internet dan situs - situs yang tidak pantas untuk dilihat. Contoh situs porno, gambar porno dan sejenisnya.

3) imajinasi, ini membuat penulis agak syok a.k.a kaget, ternyata terlalu imajiner juga bisa menimbulkan efek negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Pemuasan hasrat, melalui imajinasi justru lebih berbahaya. Karena hanya diberi sedikit stimulus, pikiran pelaku sudah kemana-mana. Pada kondisi yang ingin dipuas kan hasratnya, pelaku akan ‘mau’ dengan siapa saja untuk pemenuhan itu. Bukan hanya menyasar anak, tapi juga pada sesama jenis kelamin, hewan, sampai benda mati pun, bisa dijadikan perantara, asalkan puas. Karena kognitif mereka sudah tidak terkendalikan, ketika pemuasan hasrat tidak tersampaikan.

4) sexual harrasment bisa bermula juga dari perilaku paradoks. Perilaku yang menurut mereka dibenarkan, padahal itu salah, dan menurut mereka, dengan melakukan hal 'tertentu' mereka bisa, atau mendapatkan predikat gaul, kekinian, tidak ketinggalan jaman. kesalahan persepsi, yang kemudian menjadi paham baru yang memasyarakat. 5) rasa penasaran, alurnya calon pelaku akan penasaran, lalu mencoba, dan nyaman, akhirnya seperti lingkaran setan, hingga pelaku sendiri sulit untuk mengendalikan.

Kondisi masyarakat yang kurang bisa memfilter informasi dari luar membuat ke empat sebab tadi akan sangat mudah menciptakan pelaku - pelaku baru. Lalu, seperti apa efeknya bagi korban dan pelaku itu sendiri? akan penulis kupas di postingan berikutnya. Terimakasih sudah membaca. 👄

Comments

  1. Ya, tentu saja kita tak bisa berharap atau menerka pembahasan oranglain jika berada di tempat umum. Menurut saya sebagai pembaca tulisan ini, pendidikan seks pada waktu yang tepat kepada anak, adik, ataupun keluarga mutlak diperlukan. Jangan lagi menempatkan seks hanya pada muara kata tabuh, tapi beri pemahaman dari sisi akademisnya, dan beberapa sumber yang bisa membahayakan atau justru memunculkan sexual harassment. Sehingga, posisi korban disini, bisa dicegah baik dalam keadaan yang tidak terduga, selain juga membekali ilmu bela diri. Karena tak jarang, para pelaku sexual harassement sering los control, karena keterkaitan dengan hsarat yang harus dipuaskan. Bukankah seperti itu mbak penulis ?.. 😊😊

    ReplyDelete
  2. Good re, sering2 nulis yg materinya tegas gini. Soale banyak penyimpangan seksual yg sebenernya yg menimbulkan adalah masyarakat sendiri.

    Btw ini aku baca dr hp, itu ada teks yg kurang space nya re

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih mbak rina, kritik dan semangatnyaaa...

      Delete

Post a Comment